Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata "medi" (hantu) dan "ayun-ayun" (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan "Babat tanah Madiun" terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak disekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1948, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun yang dipimpin oleh Musso di daerah Dungus, Wungu, Kabupaten Madiun yang sekarang di kenal dengan nama Monumen Kresek.
TARI KHAS MADIUN
Asal Mula Dongkrek
Kesenian Dongkrek merupakan kesenian asli Kabupaten Madiun. Didirikan pada tahun 1867 di Kecamatan Caruban (sekarang: Kec. Mejayan). Dongkrek didirikan dan populer pada masa Raden Prawirodipuro, yang saat itu menjadi demang (Kepala Desa).
Asal mula Kesenian Dongkrek adalah pada masa itu, Kecamatan Caruban dilanda pagebluk atau mewabahnya penyakit mematikan. Melihat kondisi seperti itu, Raden Prawirodipuro melakukan meditasi dan bertapa di wilayah Gunung Kidul Caruban. Ia kemudian mendapatkan wangsit untuk membuat kesenian yang mampu mengusir balak. Wangsit tersebut berupa penduduk Caruban diserang oleh roh halus (Genderuwo). Sehingga penduduk Caruban harus membuat kesenian yang mampu mengusir roh jahat tersebut keluar dari wilayah Caruban.
Bunyi Kesenian Dongkrek
Alat musik Dongkrek terdiri atas kendang atau bedug dan alat musik korek. Alat kendang berbunyi "dung", dan korek berbunyi "krek".Kedua alat musik tersebut dibunyikan secara bergantian sehingga terdengar bunyi "dung" - "krek" - "dung" - "krek".
namun, dalam perkembangannya alat musik dongkrek menggunakan alat musik lain berupa gong, kenung, kentongan, kendang, dan gong berry sebagai perpaduan budaya Islam, budaya Cina, dan kebudayaan masyarakat Jawa pada umumnya.
Komposisi Pemain Dongkrek
Komposisi pemain fragmen satu babak pengusiran roh halus terdiri dari barisan buta (dari bahasa Jawa yang berarti buto atau raksasa), orang tua sakti, dan dua perempuan paruh baya. Perempuan ini menyimbolkan kondisi rakyat yang lemah karena dikepung oleh para pasukan buta Kala. Sebelum pasukan buta berhasil mematikan para perempuan, muncul sesosok lelaki tua sakti yang dengan tongkatnya berhasil mengusir para barisan roh halus untuk pergi menjauh.
Selanjutya terjadi peperangan cukup sengit antara rombongan buta dengan orang tua sakti, yang dimenangkan oleh si lelaki sakti. Rombongan buta yang kalah akhirnya menurut dan patuh. Si orang tua sakti yang didampingi dua perempuan menggiring pasukan buta Kala keluar dari Desa Mejayan. Sirnalah pagebluk yang menyerang rakyat Desa Mejayan selama ini.
Tradisi ini kemudian menjadi ciri kebudayaan masyarakat Caruban dengan sebutan Dongkrek, yaitu satu kesenian yang menyiratkan pesan bahwa setiap maksud jahat akhirnya akan lebur juga dengan kebaikan dan kebenaran, hal ini sesuai dengan moto sura dira jaya ningrat, ngasta tekad darmastuti.
Dongkrek Masa Kini
Sangat disayangkan kesenian Dongkrek ini kurang populer bahkan di masyarakat Madiun sendiri. Banyak yang tidak mengetahui mengenai kesenian satu ini. Itulah kenapa pada tahun 1973 Dongkrek coba kembali digali dan dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun dan Propinsi Jawa Timur. Tahun 1980 kembali diadakan garap tari oleh Suwondo, Kepala Seksi Kebudayaan Dinas P dan K Kabupaten Madiun. Namun, kemudian semakin lama kesenian Dongkrek ini semakin tenggelam dan menjadi tak terkenal.
Pada tahun 1996 Pemerintah Kabupaten Madiun pernah melaksanakan Festival Dongkrek di tingkat kabupaten dengan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2002 Dongkrek diikutkan pada festival-festival di luar kota Madiun, termasuk Festival Cak Durasim, Surabaya. Bahkan pernah pula tampil di Istana Negara.
MAKANAN KHAS MADIUN
BREM
Brem pertama kali diketahui berasal dari Kecamatan Caruban (sekarang: Mejayan), tepatnya dari Desa Kaliabu. Brem terbuat dari sari ketan putih yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar sehari semalam. Sensasi makanan ini muncul ketika brem dimasukkan ke dalam mulut,sehingga akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa "semriwing".Brem dikemas berbentuk lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Biasanya pada sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur.
Sejumlah pengusaha mengatakan bahwa pembuatan brem sudah ada sebelum Belanda menjajah bumi pertiwi. Resep dan cara pembuatan brem diwariskan turun temurun. Bedanya, zaman dulu brem dijual tanpa merek. Kini, pengusaha melabeli produknya untuk memudahkan promosi dan menggaet pembeli. Di Madiun, sebagian besar merek brem menggunakan nama suling seperti Suling Mas, Suling Gading, Suling Mustika, dan Suling Istimewa.
Proses pembuatan brem, dimulai dengan pembuatan tape dari beras ketan putih. 20 kg beras ketan putih kwalitas super, dicuci bersih dan direndam kurang lebih 4-6 jam. Setelah itu dicuci bersih dan ditiriskan. Beras ketan lalu ditanak dengan menggunakan kukusan ( bhs.jawa : dikekel ) selama 1 jam. Setelah dikekel, beras ketan dikaru dengan air panas dan ditanak lagi 1 jam.
Beras ketan yang sudah matang didinginkan dengan cara diangin-anginkan ( jawa : diler ) diatas tampah. Setelah dingin,beras ketan di taburi ragi sampai merata. Setiap 1 kg beras ketan, membutuhkan 1 biji ragi. Kemudian beras ketan dimasukkan ke dalam bak/ panci untuk diperam selama 8 hari. Setelah 8 hari beras ketan sudah menjadi tape. Selanjutnya adalah memeras tape, untuk mendapatkan air sarinya. Air perasan tape lalu direbus di atas api yang besar, sampai kental. Ampas tape diberi air secukupnya dan diperas lagi untuk mengeluarkan sari tape yang masih tersisa. Air perasan yang kedua ini,direbus secara terpisah, sampai kekentalannya sama dengan yang pertama, baru keduanya di campurkan. Air campuran ini direbus sampai lebih kental lagi,baru di masukkan ke dalam mesin pengaduk (mixer). Adonan di tambahkan soda kue sebanyak 2 sendok makan dan dimixer sampai putih dan pekat, +/- 30 menit.
Setelah adonan menjadi putih dan pekat, di tuang di atas loyang yang panjangnya +/- 4 meter dan lebarnya 60 cm. Adonan diaduk secara beraturan sepanjang loyang dan di lakukan berulang-ulang sampai adonan terasa agak kering. Pengadukan ini dimaksudkan untuk memadatkan brem. Lalu permukaan brem dihaluskan dengan menggunakan sebilah papan, digeser dari ujung satu ke ujung yang lain berkali-kali sampai halus. Setelah itu didiamkan semalam agar mongering barulah kemudian brem dipotong-potong menurut ukuran yang diinginkan lalu dijemur di bawah terik matahari, untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa. Setelah kering betul brem diangkat dan dikemas. Brem siap untuk di pasarkan.
PECEL MADIUN
Madiun terdapat banyak sekali makanan khas dan tentunya rasanya bisa dijamin. Contoh makanan yang khas dari madiun adalah brem, nasi jotos, dan nasi pecel. Brem merupakan makanan yang difermentasi dari ketan hitam yang telah dimasak dan dikeringkan lalu diambil sarinya saja dan kemudian diendapkan dalam waktu sehari semalam. Nasi jotos juga salah satu makanan khas Madiun yang di dalamnya terdapat kering, mie, sambal dan juga telur. Makanan khas terakhir dari Madiun adalah nasi pecel, siapa di negara ini yang tidak kenal makanan yang sehat bergizi serta nikmat ini. Makanan yang menggunakan bumbu sambal kacang sebagai bahan utamanya yang dicampur dengan aneka jenis sayuran. Asal kata dan daerah pecel belum diketahui secara pasti, tetapi dalam bahasa Jawa, pecel dapat diartikan sebagai ‘tumbuk’ atau ‘dihancurkan dengan cara ditumbuk’. Nasi Pecel ini juga menjadi makanan terfavorit di berbagai kalangan di Kota Madiun.
Sumber : wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar